Kamis, 29 Desember 2016

Jika UN Dihapuskan


Sebagai warga indonesia, tentunya kita seringkali mendengar berita wacana bahwa UN akan dihapuskan. Namun, sepertinya hal itu hanyalah wacana belaka karena sepertinya berita yang demikian sudah terdengar bertahun-tahun lalu tanpa ada bukti nyata. Buktinya hingga saat ini, yang hampir mendekati tahun 2017, UN tetap saja dilaksanakan di Indonesia. Tentunya untuk menghapus UN tidaklah mudah karena banyak masalah-masalah lain yang harus dipertimbangkan mengenai ini. Mereka yang mengusulkan untuk meniadakan UN pastilah memiliki ‘kacamata’ tersendiri tentang dampak negatifnya bagi generasi penerus bangsa. Tetapi di sisi lain, jika kita menilik fungsi UN yang sebenarnya berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu untuk mengukur pencapaian kompetensi lulusan pada mata pelajaran secara nasional dengan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Dengan demikian UN, dianggap sebagai hasil capaian akhir dari tiap-tiap siswa untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih . Memang tinggi. Tidak dapat dipungkiri bahwa UN memberi kemudahan dalam mengukur tingkat keberhasilan pendidikan pada setiap wilayah, namun keberhasilan tersebut menurut penulis hanya berdasarkan  pada data kuantitatif yang bisa saja dibuat-buat, tidak secara kualitatif. Mengapa demikian? Kita dapat melihat kenyataan yang terjadi sekarang mengenai UN. Banyak kejadian seperti soal UN “bocor”, siswa membeli kunci jawaban menjelang UN, banyak Guru yang “mengkatrol” nilai, dan sebagainya. kalau begitu artinya, tingkat keberhasilan pendidikan di Indonesia masih rendah dan itu memang terbukti. Mental siswa di Indonesia belum berevolusi. Dengan adanya tuntutan harus lulus UN siswa akhirnya mencari-cari cara untuk bisa lulus dengan jalan pintas yang akhirnya memunculkan oknum-oknum tertentu untuk membocorkan soal atau kunci jawaban UN. Pemerintah mungkin telah berupaya untuk meminimalisir kejadian seperti ini dengan membuat kode soal UN berbeda-beda, tetapi berdasarkan pengalaman saya selama menjadi siswa, cara ini dirasa kurang efektif karena hal seperti itu terus saja terjadi. Belum lagi siswa yang ingin segala sesuatu serba instant, mereka mungkin akan lebih malas lagi dalam berfikir, selain itu sekolah sebagai tempat untuk memperoleh pendidikan kadang kala justru mengetahui praktik tersebut terjadi di sekolahnya namun hanya membiarkannya dengan alasan agar siswa lulus 100% sehingga nama sekolah tersebut terangkat. Saya rasa yang seperti itu disebut dengan “pembodohan”. Jika UN dihapus, lalu bagaimana cara lainnya agar tujuan pendidikan tersampaikan dengan baik? Untuk itu mari kita diskusikan bersama dalam postingan blog saya selanjutnya :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar